Sebelum kita membahas lebih jauh terkait tema di atas, sebelumnya apakah Anda sudah mengetahui apa itu GNNT? Atau apakah Anda pernah mendengar kata tersebut? Jika belum, saya jelaskan sedikit tentang GNTT.
GNNT adalah singkatan dari Gerakan Nasional Non Tunai. Ini merupakan sebuah program yang dicetuskan oleh Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 2014 atau kurang lebih 2 tahun yang lalu. Pengadaan perencanaan ini telah ditandatangani oleh Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah D aerah, dan Asosiasi Pemerintahan Provinsi seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung kemajuan transaksi non tunai di Indonesia.
Terus pertanyaan selanjutnya, kenapa kita harus mendukung dan melakukan transaksi non tunai? Jawabannya adalah karena banyak manfaat yang akan kita dapatkan dengan melakukan transaksi non tunai. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat perbedaan antara transaksi tunai dengan non tunai terutama dilihat dari sisi manfaatnya.
Tunai Non Tunai
- Bahan baku untuk pengadaan uang teutama uang logam adalah hasil impor
- Membantu pemerintah mengurangi anggaran biaya impor bahan baku pengadaan uang
- Butuh waktu untuk menghitung uang dan menunggu kembalian
- Praktis dalam pembayaran dan tanpa perlu menunggu kembalian
- Rawan tindak kejahatan, apalagi jika membawa uang dengan nominal besar
- Aman dari tindak kejahatan
- Uang tunai banyak dipalsukan dan beredar di masyarakat
- Turut mengurangi kemungkinan pengadaan dan peredaran uang palsu
- Dapat terjadi kesalahan penghitungan pengeluaran dan saldo akhir
- Penghitungan pengeluaran dan saldo akhir akurat
- Transaksi dapat terbatas waktu dan tempat
- Transaksi dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja
Tujuan dari GNNT adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis, serta lembaga keuangan pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi keuangan karena memberikan banyak manfaat seperti yang telah disebutkan di atas. Beberapa transaksi non tunai yang sering kita jumpai diantaranya adalah transaksi melalui Internet Banking, SMS Banking, Mobile Banking, mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri), kartu kredit dan kartu debet, mesin EDC (Electronic Data Capture), cek (Cheque), Bilyet Giro (BG), e-Parking Card, dan masih banyak lagi.
Apabila kita lihat dari semua bentuk transaki non tunai di atas, semua itu membutuhkan akses teknologi dan informasi yang baik. Artinya adalah GNNT ini perlu didukung oleh pengadaan teknologi yang memadai dan informasi yang cukup kepada masyarakat. Tanpa adanya dua komponen tersebut rasanya akan sulit agar GNNT ini dapat dilakukan secara masif atau menyeluruh oleh masyarakat. Terutama di daerah dengan tingkat pembangunan infrastuktur yang rendah. Masalah ini tentu saja menimbulkan pertanyaan, apakah GNNT ini hanya bisa dilakukan oleh masyarakat kota saja? Apakah masyarakat di daerah tidak bisa melaksanakan GNNT? Adapun jika bisa, apa yang harus dilakukan?
Pertanyaan tersebut di atas harus dijawab dengan penuh keyakinan dan optimisme sehingga tentu saja jawabannya “bisa”. Masyarakat di daerah pun bisa turut mendukung dan melaksanakan GNNT. Namun, apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut?
Pertama adalah harus adanya kerjasama dan komitmen dari semua pihak terutama lembaga-lembaga terkait, tidak hanya Bank Indonesia (BI), lembaga-lembaga lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan, Kemenkominfo, lembaga pendidikan seperti Universitas bahkan sekolah sekalipun dan terutama Pemerintah untuk memasifkan pelaksanaan GNNT oleh seluruh kalangan di seluruh daerah di Indonesia.
Kedua adalah meningkatkan tingkat pendapatan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat terutama masyarakat di daerah yang tingkat pendapatannya rendah dan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Tidak dapat dipungkiri bahwa keinginan untuk melakukan transaki non tunai dapat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan seseorang, waktu bekerja yang padat, lingkungan tempat tinggal yang mewah, dan memang membutuhkan kepraktisan dalam setiap aktivitasnya. Contoh saja, akan dirasa wajar ketika seseorang dengan pendapatan 10 juta per bulan, pekerjaan padat, dan tinggal di perumahan, memiliki kartu debet dan kartu kredit. Akan berbeda dengan orang yang berpendapatan rendah setiap bulannya, dengan uang yang tidak banyak dan pekerjaan yang tidak begitu padat dapat mengurangi minat bertransaksi non tunai tersebut.
Ketiga adalah perbaikan dan pembangunan infrastruktur di daerah. Apabila insfrastruktur yang baik di daerah sudah memadai, maka kemajuan ekonomi masyarakat di daerah pun akan membaik. Terlebih apabila insfrastruktur sudah baik masyarakat di daerah dapat dengan mudah menjangkau akses ke daerah kota dan diharapkan akan banyak pengusaha yang semula banyak berinvestasi di kota menjadi ingin juga berinvestasi di daerah.
Keempat pembangunan lembaga-lembaga cabang yang sudah menerapkan sistem transaksi non tunai dan memudahkan akses masyarakat untuk mulai melakukannya. Yang dimaksudkan disini adalah pembangunan tempat belanja seperti minimarket-minimarket yang sudah menerapkan sistem pembayaran non tunai dan pembangunan Bank cabang di daerah. Dengan demikian, diharapkan masyarakat akan mudah memahami dan terpacu untuk melakukan transaksi non tunai dan mudah mengakses dalam membuat instrument non tunai tersebut.
Kelima adalah transfer informasi atau sosialisasi kepada masyarakat terutama masyarakat daerah akan pentingnya beralih dari transaksi tunai ke transaksi non tunai. Sosialisasi dapat dilakukan melalui berbagai media, elektronik, surat kabar, radio, dan sebagainya bisa dimanfaatkan untuk mengedukasi masyarakat daerah tentang GNNT. Tidak hanya oleh BI, tidak hanya oleh Pemerintah, dan lembaga-lembaga terkait, tetapi semua pihak yang telah lebih dulu sadar akan pentingnya transaksi non tunai. Memulai dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat di sekita tempat tinggal adalah langkah edukasi yang sangat baik.
Mari bersama-sama kita beralih dari transaksi tunai ke non tunai, tidak hanya untuk masyarakat kota tapi juga untuk masyarakat di daerah. Langkah-langkah tersebut di atas memang mudah diucapkan tapi sulit untuk direalisasikan. Tapi itu semua tidak menjadi masalah. Selangkah demi selangkah menuju perubahan yang lebih baik tidak jadi masalah, asalkan tidak untuk mundur dan menyerah.